BANGKA TENGAH,www.fokusbabel.com–Di ujung timur Pulau Bangka, tepatnya di Desa Batu Beriga, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah, tersimpan sebuah tradisi unik yang terus hidup di tengah masyarakat yakni Tabur Laut.
Ritual tahunan ini bukan sekadar melempar bunga ke laut. Bagi warga Batu Beriga, Tabur Laut adalah bentuk penghormatan kepada laut sekaligus ungkapan syukur atas rezeki yang diberikan alam.
Di dalamnya terkandung doa agar para nelayan selalu diberikan keselamatan dan kelimpahan saat melaut.
Makna Sakral di Tengah Laut Biru
Tabur Laut biasanya digelar menjelang musim melaut atau setelah panen ikan melimpah. Warga berkumpul di bibir pantai, membawa sesajen sederhana berupa bunga, makanan, dan hasil bumi.
Ritual dimulai dengan doa bersama dan bacaan khas yang diwariskan secara turun-temurun.
Meski kerap disalahpahami, tradisi ini tidak mengandung unsur klenik. Justru sebaliknya, Tabur Laut adalah bentuk doa kolektif kepada Tuhan Yang Maha Esa, simbol rasa syukur dan harapan agar hidup tetap diberkahi.
Momen Kebersamaan dan Daya Tarik Budaya.
Di Desa Batu Beriga, Tabur Laut bukan hanya milik para nelayan. Anak-anak, orang tua, bahkan pemuda desa ikut ambil bagian.
Setelah ritual, biasanya dilanjutkan dengan makan bersama di pinggir pantai, diiringi cerita-cerita lama tentang laut dan kehidupan nelayan. Suasana jadi hangat dan penuh kebersamaan.
Tradisi ini juga jadi momen penting untuk memperkuat solidaritas dan gotong royong antarwarga.
Banyak yang datang dari luar desa untuk menyaksikan, bahkan ikut merasakan makna spiritual dari upacara ini.
Tidak jarang, momen Tabur Laut juga menjadi daya tarik wisata budaya yang membuat orang luar makin mengenal kearifan lokal Bangka Belitung.
Menjaga Harmoni dengan Alam.
Laut bagi masyarakat Batu Beriga bukan hanya tempat mencari ikan. Laut adalah ibu yang memberi makan, teman dalam sepi, dan ruang hidup yang harus dijaga.
Melalui Tabur Laut, tersirat pesan penting: bahwa manusia dan alam harus hidup selaras.
Dengan semakin maraknya eksploitasi laut, penangkapan ikan berlebihan, dan pencemaran lingkungan, tradisi seperti Tabur Laut menjadi pengingat bahwa laut bukan hanya sumber ekonomi, tapi juga warisan spiritual dan budaya yang tak ternilai.
Tradisi Tabur Laut di Desa Batu Beriga adalah cermin dari kearifan lokal masyarakat pesisir Bangka Belitung.
Di tengah perubahan zaman, mereka tetap menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan.
Sebuah warisan budaya yang bukan hanya layak dilestarikan, tapi juga perlu diperkenalkan kepada dunia.
Karena dari desa kecil ini, kita belajar satu hal besar, bahwa bersyukur dan menjaga alam adalah dua hal yang tak boleh lepas dari hidup manusia.(*)









